Kamis, 14 Juni 2012

Burung Tokhtor Sumatera (Carpococcyx viridis) Pernah Dianggap Punah


Burung Tokhtor Sumatera (Carpococcyx viridis) pernah dianggap punahkarena hampir seabad lamanya sejak terdiskripsikan pada 1916, tidak pernah sekalipun dijumpai. Baru pada November 1997 seekor Tokhtor Sumatera berhasil difoto untuk pertama kalinya.
Hingga kini burung endemik Sumatera ini termasuk dalam 18 burung paling langka di Indonesia. Burung Tokhtor Sumatera didaftar sebagai satwa “Critically Endangered” (Kritis) yakni status konservasi dengan keterancaman paling tinggi. Diduga populasinya tidak mencapai 300 ekor.
Burung Tokhtor Sumatera dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Sumatran Ground-cuckooSumatran Ground Cuckoo dan mempunyai nama latin Carpococcyx viridis. Burung ini merupakan satu dari tiga spesies Tokhtor yang ada di dunia selain Tokhtor Kalimantan (Carpococcyx radiceus) yang endemik Kalimantan dan Coral-billed Ground-cuckoo (Carpococcyx renauldi) yang terdapat di Thailand dan Vietnam. Dulunya, Tokhtor Sumatera dan Tokhtor Kalimantan dianggap satu spesies yang dinamai Tokhtor Sunda.
Burung Tokhtor Sumatera yang tertangkap camera trap
Burung Tokhtor Sumatera yang tertangkap camera trap
Ciri-ciri dan KebiasaanBurung Tokhtor Sumatera merupakan burung penghuni permukaan tanah dengan ukuran tubuh yang besar mencapai 60 cm. Kaki dan paruh berwarna hijau. Mahkota hitam, sedangkan mantel, bagian atas, leher samping, penutup sayap dan penutup sayap tengah berwarna hijau pudar. Bagian bawah tubuh berwarna coklat dengan palang coklat kehijauan luas. Sayap dan ekor hitam kehijauan mengilap. Tenggorokan bawah dan dada bawah hijau pudar, bagian bawah sisanya bungalan kayu manis, sisi tubuh kemerahan. Kulit sekitar mata berwarna hijau, lila dan biru.
Burung Tokhtor Sumatera hidup di permukaan tanah dan memakan vertebrata kecil dan invertebrata besar. Burung endemik Sumatera yang sangat langka dan terancam punah ini termasuk binatang pemalu.
Burung Tokhtor Sumatera yang Langka. Burung Tokhtor Sumatera atau Sumatran Ground Cuckoo (Carpococcyx viridis) merupakan binatang yang langka. Burung endemik Sumatera ini termasuk dalam 18 burung paling langka di Indonesia.
Sejak terdiskripsikan pada 1916, burung ini tidak pernah terlihat sekalipun hingga pada November 1997 di Taman Nasional Bukit Barisan, seekor Tokhtor Sumatera berhasil difoto untuk pertama kalinya. Burung ini terdokumentasi kedua kalinya lewat kamera trap di Taman Nasional Kerinci Seblat pada Tahun 2006. Baru pada Januari 2007, tim survei satwa liar dari Wildlife Coservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) berhasil menangkap spesies burung Tokhtor Sumatera hidup. Inipun setelah burung tersebut terperangkap jeratan untuk menjebak Ayam Hutan.
Burung Tokhtor Sumatera (Carpococcyx renauldi)
Burung Tokhtor Sumatera (Carpococcyx renauldi)
Populasi burung Tokhtor Sumatera (Carpococcyx viridis) diperkirakan hanya antara 50-250 ekor saja. Dengan habitat (daerah persebaran) seluas 26.000 km persegi di Pegunungan Barisan, Sumatera. Burung endemik yang langka ini mendiami hutan pegunungan rendah dengan ketinggian antara 800-1000 meter dpl.
Karena kelangkaannya, burung Tokhtor Sumatera (Sumatran Ground Cuckoo) diberikan status konservasi Critically Endangered (Kritis) sejak tahun 2000. Sayangnya, spesies ini justru terlewat dan tidak terdaftar dalam PP. No. 7 Tahun 1999 sebagai jenis-jenis burung yang dilindungi di Indonesia.
Pun berbagai perilaku dan kebiasaan burung ini belum dapat diungkap secara detail akibat kurangnya data dan penelitian yang bisa dilakukan. Apalagi dengan sedikitnya jumlah spesies yang ditemukan dan berhasil diamati.
Semoga saja burung Tokhtor Sumatera yang pernah dianggap punah dan kini diduga populasinya kurang dari 300-an ekor yang hanya tersebar di sekitar Pegunungan Barisan benar-benar belum punah. Di suatu tempat, burung ini masih eksis berkembang biak dengan bebasnya memperkaya keanekaragaman satwa Indonesia.
Klasifikasi ilmiah: Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Cuculiformes; Famili: Cuculidae; Genus: Carpococcyx; Spesies: Carpococcyx viridis.

Tidak ada komentar: